Hindari vonis hukuman mati, pengamat psikologi forensik menyebutkan Ferdy Sambo dan Putri Candrawathi pakai 2 taktik, yakni atribusi external dan viktimisasi.
Sidang kasus pembunuhan Brigadir J masih berjalan.
Beberapa kesaksian dan tanda bukti juga disingkap di pengadilan.
Pengamat psikologi forensik, Reza Indragiri Amriel menyebutkan ada dua taktik yang dipakai tersangka Ferdy Sambo dan Putri Candrawathi untuk menghindar vonis hukuman mati dalam kasus pembunuhan merencanakan pada Brigadir J.
Pertama yakni atribusi external yang memiliki arti pertanggungjawaban yang semestinya dijamin oleh Ferdy Sambo dan Putri Candrawathi malah dilimpahkan pada orang lain.
Taktik ini, kata Reza, terlihat saat team kuasa hukum Ferdy Sambo dan Putri Candrawathi menganggap tersangka lain yakni Bharada E lakukan kekeliruan seperti tidak pahami perintah sampai tidak stabil dalam memberi info.
"(Atribusi external) dari 1 sesi ke sesi persidangan selanjutnya, makin mengkristal. Atribusi external itu ditujukan ke Richard Eliezer (Bharada E)."
"(Contohnya) Richard salah tafsiran, Richard overdosis dalam pahami perintah, Richard mempunyai ide kelewatan dan sebagainya," terang Reza dalam program Pro-kontra yang tampil di YouTube metrotvnews, Jumat (15/12/2022).
Taktik ke-2 ialah ironi viktiminisasi yang memiliki arti mengganti pelabelan Ferdy Sambo dan Putri Candrawathi di mata warga dan hakim jika mereka bukan pelaku tapi korban dalam kasus ini.
"Sehingga dia (Ferdy Sambo -red) katakan, 'Yang Mulia, andaikan saya ini dianggap bersalah karena melakukan pembunuhan berencana tapi pembunuhan berencana ini terjadi karena ada peristiwa pendahuluan (dugaan pelecehan seksual oleh Brigadir J di Magelang ke Putri)," terangnya.
Reza menjelaskan dua taktik yang dianya maksud terus dilaksanakan oleh Ferdy Sambo dan Putri Candrawathi sepanjang persidangan.
Awalnya, bila mendefinisikan pengertian atribusi external menurut Reza terlihat dalam kejadian saat Bharada E turut serta sama-sama gertak dengan kuasa hukum Ferdy Sambo dan Putri Candrawathi, Arman Hanis.
Pada kejadian itu, Arman Hanis mengatakan info Bharada E tidak stabil karena Informasi Acara Pemeriksaan (BAP) punya mantan pengemudi Ferdy Sambo itu berbeda yakni pada 5 Agustus, 18 Agustus, dan 7 September 2022.
Walau sebenarnya, Bharada E telah memperjelas BAP saat sebelum 7 September 2022 kepunyaannya sebagai doktrin dari Ferdy Sambo masalah skenario tembak-menembak.
Disamping itu, hal yang lain disebutkan Reza sebagai atribusi external ialah saat berbeda info berkaitan perintah di antara info Ferdy Sambo dan Bharada E.
Di muka persidangan, Bharada E menyebutkan perintah Ferdy Sambo untuk tembak Brigadir J.
"Woy sini kamu (Brigadir J), langsung didorong ke depan, Yang Mulia, berlutut kau."
"Lalu saya di samping kanan (Ferdy Sambo), (Ferdy Sambo memerintahkan) 'woy, kau tembak, kau tembak cepat!," kata Bharada E dalam persidangan pada Selasa (13/12/2022) diambil dari YouTube Kompas TV.
Sementara, Ferdy Sambo menentang jika dianya memerintah Bharada E untuk tembak Brigadir J.
Bekas Kadiv Propam Polri itu mengaku memerintah Bharada E untuk menghajar bekas pengawal Ferdy Sambo itu.
Saat sebelum memerintah Bharada E, Ferdy Sambo mengaku emosi mendengar pengakuan Brigadir J saat ditanyakan masalah kejadian di Magelang.
"Yosua kamu kurang ajar! Saya perintahkan Richard untuk menghajar, hajar, Chad!" terang Sambo dalam persidangan pada 7 Desember 2022.
Sementara berkaitan pengertian ironi viktimisasi dari Reza bisa disaksikan dari argumen Ferdy Sambo yang menjelaskan kejadian berdarah ini terjadi karena Brigadir J sudah mencederai harkat martabat keluarga. (*)
Sc: TribunKaltim.co
Posting Komentar