Jakarta, - Kasus meninggalnya Brigjen J menuai reaksi beragam dari anggota Polri di daerah. Beberapa aparat kepolisian di beberapa daerah menilai kasus ini sebagai aib bagi Korps Bhayangkara.
Seorang anggota Polda Sumsel yang tidak mau disebutkan namanya mengatakan, kasus Brigjen J yang membawa Irjen Ferdy Sambo dicurigai karena memerintahkan penembakan itu memalukan bagi satuan tersebut. Namun, dia memastikan polisi tetap profesional.
“Kasus Brigjen J adalah salah satu aib Polri. Namun, masyarakat juga harus tahu bahwa polisi selalu menjalankan tugas profesional. Jangan biarkan rasa malu ini mempengaruhi semua petugas polisi profesional. Bayangkan kalau polisi tidak ada,” ujarnya
. Sementara itu, seorang anggota Polda Sumsel lainnya yang juga ingin dirahasiakan namanya dan pangkatnya mengatakan tentang pembunuhan itu. Keterlibatan Brigjen J dengan Sambo adalah bukti bahwa ada masih merupakan masalah internal yang signifikan di lingkungan kepolisian. Dokumen tersebut memungkinkan polisi untuk mengevaluasi kinerja tugasnya dan berusaha menyelesaikan masalah internal di dalam kepolisian, ”kata anggota itu. . Ia pun menilai kasus kematian Brigjen J hanyalah puncak gunung es yang baru saja terungkap.
“Saya kira apa yang terjadi dengan Polri saat ini adalah teguran dari Tuhan. Kalau saja pimpinan Polri itu jujur dan tegas, maka yang di bawahnya tidak akan berani melakukan pelanggaran. Tuhan juga meyakinkannya
Bagaimanapun caranya , ia melihat dan merasakan bahwa selama ini ada pimpinan Polri di daerah yang berusaha menjadi kaya dengan mendapatkan imbalan sejumlah tertentu. Entah karena ingin kaya atau mengembalikan modal melobi untuk mencari posisi.
"Jika semua polisi itu jujur, negara ini akan sangat aman dan makmur. Tapi ini adalah dunia yang penuh dengan keserakahan dan tipu daya setan," katanya.
iklan
Penyalahgunaan kekuasaan
Senada dengan itu, seorang anggota Polda Jatim juga mengatakan bahwa kasus ini menunjukkan betapa buruknya kondisi fasilitasnya. Menggunakan kekuasaan dan posisi untuk menutupi kejahatan.
"Menurut saya, ini menunjukkan wajah polisi yang salah. Ada penyalahgunaan kekuasaan dengan cara mengarang skenario," katanya.
Diketahui, saat kasus ini terungkap, Brigadir Jenderal J dibebaskan setelah tewas dalam baku tembak dengan Bharada E di rumah dinas Irjen Ferdy Sambo di TKP Duren Tiga, Jakarta Selatan, Jumat lalu (8 September). ).
Saat itu, Kapolres Jakarta Selatan Kombes Herdi Susianto mengatakan dalam keterangannya, Senin (8 November), penembakan itu bermula dari dugaan pelecehan seksual Brigjen J terhadap istri Sambo, Putri Candrawathi.
"Selain itu, CCTV di TKP telah dihapus untuk menyembunyikan kejadian itu," kata anggota polisi Jawa Timur.
Ia tidak ingin kejadian ini menimbulkan persepsi buruk di masyarakat bahwa polisi sudah terbiasa mengarang kasus dan menggunakan kekuasaannya untuk bertindak sewenang-wenang. Kasus ini, kata dia, merupakan taruhan pada kredibilitas dan profesionalisme organisasinya.
"Jangan sampai orang berpikir karena kasus ini, 'oh polisi sudah terbiasa dengan [teknik kejahatan] ini.' Kasihan petugas yang bekerja jujur," katanya.
Bawahan takut angkat bicara
Polda Sumbar menganggap masalah ini terlalu sensitif untuk dibicarakan. Dia merasa sangat sedikit polisi yang berani berbicara tentang kasus ini.
“Memang ketertiban tidak ada keteraturan, tetapi secara hierarkis tentu saja masalah ini menjadi sensitif untuk dibicarakan dalam media apapun,” jelasnya.
Demikian pula, seorang polisi lain mengatakan hal yang sama karena dia merasa tidak mampu mengomentari kasus itu, meskipun dia sebenarnya tidak mengikuti kasus itu.
"Saya awalnya tidak begitu mengikutinya, lalu tiba-tiba diumumkan bahwa Ferdy Sambo sebagai tersangka, saya juga cukup terkejut," jelasnya.
iklan
Harapan Tetap ad kejujuran di tubuh Polri
Polda Sumbar lainnya berharap siapapun harus jujur dan tidak ada yang disembunyikan dalam hal ini.
“Saya setuju dengan presiden bahwa itu perlu transparan dan jelas,” jelasnya.
Ia menjelaskan bahwa pengaruh pangkat dan jabatan sangat luar biasa dan menjadi lingkaran setan bagi siapa saja yang menderita karenanya.
"Kekayaan, tahta dan wanita tidak bisa dihindari," katanya.
Sementara itu, seorang perwira menengah Polri lainnya menilai pihaknya mampu mengusut tuntas kasus tersebut. Ia memercayai Kapolri Jenderal Listyo Sigit Purnomo, dan tim khusus (Timsus) yang dibentuknya.
Ia menemukan bahwa Kapolri mampu mengungkap kebenaran dengan bukti permulaan yang cukup bahwa Sambo adalah dalang pembunuhan Brigjen J.
“Kapolri membuktikan bahwa Polri adalah organisasi profesional. Kasus ini akan diselidiki secara menyeluruh," kata seorang petugas yang tidak ingin disebutkan namanya.
Seorang anggota Polda Jatim lainnya mengatakan hal yang sama. Ia meyakini Kapolri akan menindak setiap anggota yang melanggar hukum tanpa pandang bulu.
“Kapolri telah menegaskan bahwa anggota Polri yang melanggar hukum, tinggi atau rendah, akan dikenakan tindakan hukum,” katanya.
Polda Jabar, Kepala Area KBPP Mugi Sudjana menilai penetapan Irjen Ferdy Sambo sebagai tersangka merupakan langkah maju dalam penanganan kasus Brigjen J. bravo.
"Masalah ini sedang diungkapkan secara lengkap dan transparan untuk mengembalikan nama baik polisi dan citra polisi. Biarkan publik mengetahui kebenarannya," kata Mugi dalam keterangan tertulis, Kamis (11/8).
“Saya berharap proses yang baik ini berlanjut hingga persidangan, karena ini merupakan insentif yang sangat baik bagi Polri,” tambahnya.
Sejauh ini, polisi telah menetapkan empat orang sebagai tersangka dalam kasus Brigjen J. Selain Sambo, tiga tersangka lainnya adalah Bharada Richard Eliezer, Bripka Ricky Rizal dan KM.
Sambo, Bripka RR dan KM dijerat dengan Pasal 3
0 sehubungan dengan pembunuhan berencana terhadap Anak Perusahaan berdasarkan Pasal 338 beserta Pasal 55 beserta 56 KUHP. Sementara itu, Bharada E dijerat dengan Pasal 338 sehubungan dengan pembunuhan bersama dengan Pasal 55 dan 56 KUHP.
Menurut polisi, Sambo memerintahkan pembunuhan dan membuat skenario seolah-olah terjadi penembakan. Sambo melepaskan beberapa tembakan ke dinding dengan pistol Brigadir Joshua.
Setelah diperiksa sebagai tersangka di Markas Besar Mobile Squad, Kelapa Dua, Depok Kamis lalu (11 Agustus), Sambo meminta maaf atas perbuatannya. Ia pun berjanji akan mematuhi proses hukum.
“Sekali lagi saya mohon maaf atas berbagai cara menjelaskan dan memberikan informasi yang tidak jujur dan mengikis kepercayaan publik terhadap lembaga kebijakan. Izinkan saya untuk bertanggung jawab atas semua tindakan yang telah saya lakukan berdasarkan hukum yang berlaku," katanya.
Posting Komentar